Ibnu Sina atau Avicenna merupakan seorang dokter, ilmuwan, filsuf sekaligus pahlawan. Ibnu Sina lahir pada abad ke-10 atau tepatnya pada tahun 340H/980 M di sebuah wilayah di Persia bernama Afsyana, Bukhara yang kini masuk wilayah negara Uzbekistan dan meninggal pada tahun 428H/1037 M di Hamadzan dalam usia 57 tahun.
Merujuk pada Majalah Barokah, Edisi IV/Mei 2010, hal 19-21, Ibnu Sina dilahirkan dengan nama lengkap Abu Ali Al-Husain ibn Abdullah ibn Sina. Pada masa remaja, Ibnu Sina sudah menghafal Al-Quran dan menguasai dasar-dasar ilmu fisika, metafisika, logika, dan kedokteran.
Bakatnya dibidang kesehatan terlihat ketika pada usianya ke-17 tahun, berhasil mengobati penyakit Khalifah Nuh ibn Al-Manshur (976-997), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Padahal banyak tabib dan ahli pengobatan yang hidup pada masa itu tidak satupun yang sukses menyembuhkan penyakit sang khalifah. Berkat kepiawaiannya itulah, Ibnu Sina diberi kebebasan mengakses buku-buku literatur koleksi pribadi sang khalifah, dimana pada saat itu buku-buku yang memuat ilmu pengetahuan masih sangat langka sehingga jarang ditemukan. Koleksi buku sang khalifah disimpan dalam perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Sebenarnya, Ibnu Sina juga diberi penghargaan tinggal di istana sang khalifah tetapi ditolaknya secara halus dan lebih memilih memperluas wawasannya melalui perpustakaan sang penguasa Dinasti Samaniah.
Ayahnya berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Ayah dari Ibnu Sina meninggal ketika ia baru berusia 22 tahun sehingga ia meninggalkan kota kelahirannya, Bukhara dan memilih mengembara menuntut ilmu menuju Jurjan, lalu ke Khawarazmi hingga menetap di Hamadzan (Iran). Di kota kecil Jurjan, Ibnu Sina bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al-Biruni dan berguru kepadanya. Kota selanjutnya Rayy dan Hamadzan, sambil mulai menulis sebuah buku yang terkenal Qanun fi Thib, sejak usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M).
Di bidang kedokteran ia mendapat julukan Pangeran Para Dokter dan Raja Obat. Banyak para pembesar negeri pada masa itu yang mengundangnya untuk memberikan pengobatan. Para pembesar negeri tersebut di antaranya Ratu Sayyidah serta Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadzan, dan Alaud Dawla dari Isfahan. Karenanya dalam dunia Islam, ia dianggap sebagai puncah atau Bapak ilmu kedokteran
Karya Monumental
Puncak pemikiran Ibnu Sina berlangsung pada Abad Pertengahan (abad ke 10) ketika Eropa dilanda zaman kegelapan. Ibnu Sina mampu menemukan metode dan dasar argumentasi filsafat Islam dan menandingi pemikiran rasional tradisi intelektual Hellenisme Yunani. Kemahsyuran nama Ibnu Sina melintasi batas-batas negara dan agama dan tersebar di beberapa perpustakaan Barat dan Timur.
Karya monumentalnya yang terkenal di kalangan ilmuwan Barat adalah Canon of Medicine (Aturan Pengobatan) atau dalam bahasa Arab Qanun fi Thib yang terbit pada tahun 1323 M di India dan tahun 1593 M di Roma. Buku ensiklopedia ini berisi jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan dan memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, serta dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya. Buku inilah yang menobatkan Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran Dunia.
Ibnu Sina pertama kali mengungkap, mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap. Kemudian ia mengambil kesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling berhubungan. Ibnu Sina juga adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa berkaitan erat dan saling mendukung. Dalam ilmu kedokteran kontemporer, Ibnu Sina sangat berjasa dalam bidang pathology dan farmasi, yang menjadi bagian penting dari ilmu kesehatan dan kedokteran. Melalui Al-Qanun fit-Thibb, Ibnu Sina sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Ibnu Sina juga tercatat pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Ibnu Sina juga banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banyak membantu terhadap beberapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina yang pertama kali mempraktekkan pembedahan penyakit-penyakit bengkak yang ganas lalu menjahitnya. Ibnu Sina juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern yang kini disebut psikoterapi.
Buku lainnya yang banyak dirujuk para ilmuwan adalah karya filsafatnya yang dihimpun dalam buku berjudul “Asy-Syifa” yang membahas tentang fisika, metafisika, matematika dan logika, dalam bahasan Latin kitab ini dikenal dengan nama Sanati. Judul kitab karya Ibnu Sina ini mengulas cara-cara pengobatan sekaligus obatnya dan kini menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran, terdiri dari 18 jilid. Buku tersebut dicetak lintas negara seperti di Roma pada tahun 1593 M dan di Mesir pada tahun 1331 M. Ringkasan kajian dalam Asy-Syifa juga dimuat dalam buku “An-Najat” khusus mengulas tentang fisika dan metafisika dan dicetak di sebuah percetakan batu di Teheran. Sementara bidang logika dimuat dalam buku “Al-Burhan” dan terbit pada tahun 1954 di Kairo.
Asy-Syifa, begitu judul kitab karya Ibnu Sina ini, sebuah kitab tentang cara-cara pengobatan sekaligus obatnya terdiri atas 18 jilid. Kitab ini di dunia ilmu kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Dalam bahasan latin, kitab ini di kenal dengan nama Sanatio, atau Sufficienta. Naskah selengkap buku As- Syifa (The Book of Recovery or The Book of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan) sekarang ini tersimpan di Oxford University London.
Mengingat pentingya karya Ibnu Sina, pemerintah Arab Saudi bekerjasama dengan pemerintah Mesir membentuk panitia penyunting “Ensiklopedia Asy-Syifa” pada tahun 1951. Sementara Bab ke-6 dari Kitab As-Syifa yang mengulas tentang landasan psikologi modern diterjemahkan dan diterbitkan oleh sebuah lembaga keilmuan di Praha dan juga diterjemahkan kedalam Bahasa Prancis. Sementara karya filsafat Ibnu SIna yang lain berjudul “Al-Isyarat wa al-Tanbihat” pernah diterbitkan di Kairo pada tahun 1947 dan di Leiden, Belanda pada tahun 1892.
Pemikiran Ibnu Sina banyak mempengaruhi para teolog dan pemikir Barat seperti Thomas Aquinas, Gundisalvus, Robert Grosseteste dan Roger Bacon. Aquinas dari Orde Dominikian diilhami pemikiran Ibnu Sina dalam perumusan kembali teologi Katolik Roma. Sedangkan Gundisalvus dalam karyanya “De Anima” sebagian besar isinya disalin dari pemikiran Ibnu Sina.
Sepanjang hidupnya Ibnu Sina menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan bidang yang diminatinya yang jumlahnya mencapai 250 karya, baik dalam bentuk buku maupun risalah. Buku ini berkaitan dengan bidang astronomi berjudul “Al-Magest” diantara berisi, bantahan terhadap pandangan Euclides, serta meragukan pandangan Aristoteles yang menyamakan bintang-bintang tak bergerak. Menurutnya, bintang-bintang yang tak bergerak tidak berada dalam satu globe.
Bagi Keluarga Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ibnu Sina selain sebagai tokoh pemikiran dan ilmuwan besar Islam, juga sebagai pahlawan kesehatan Islam. Kebesaran nama Ibnu Sina diabadikan oleh UMI Makassar pada sebuah Rumah Sakit yang berdiri megah di kawasan Panaikang, depan Kampus UMI. RS ini melayani pasien lintas agama, dan lintas sosial-ekonomi dengan diperbolehkannya pemegang jamkesmas untuk berobat di RS tersebut, disamping sebagai rumah sakit pendidikan.
Fatmah Afrianty Gobel ( Kompasiana )
Posting Komentar