Kebanyakan informasi yang kita tahu mengenai gladiator selama ini ternyata tidak akurat, bahkan keliru. berbagai film, cerita, bahkan dokumentasi mengenai para petarung kuno ini dibuat hanya berdasarkan dari pengamatan terhadap fresco, lukisan atau peninggalan romawi lainnya. memang banyak yang menggambarkan suasana pertandingan tetapi sekedar gambar atau patung tidak mampu menjelaskan keseluruhan kisahnya secara lengkap.
gladiator fight
Penelitian terbaru terhadap makam para gladiator, arsip pertandingan dan catatan para pengurus yang terlibat ternyata menceritakan kisah yang jauh berbeda. seperti bagaimana pertarungan gladiator ternyata tidak selalu berakhir dengan kematian. bahkan rasio kemungkinan selamat bagi setiap petarung yang terlibat di dalam pertandingan bisa mencapai 90%.
Sebenarnya inti dari pertarungan gladiator adalah hiburan dan bukan kematian. justru kematian dengan sekuat tenaga akan dihindari karena biaya pelatihan dan harga seorang gladiator begitu mahal dan setiap korban harus dibayar lunas oleh sponsor penyelenggara acara.
Hanya tokoh yang paling kaya dan berkuasa di romawi yang mampu membayar kematian seorang gladiator. umumnya hanya dilakukan dalam sebuah event besar atau khusus saja dan hal itupun hanya terjadi pada gladiator kelas bawah yang pertarungannya dinilai sangat buruk atau memalukan.
Pertarungan antar gladiator selalu dinilai karena dilakukan antara 1 lawan 1. walaupun ada pertandingan besar yang bisa melibatkan puluhan bahkan ratusan gladiator sekaligus di dalam arena, tetapi mereka selalu melakukannya antara 1 lawan 1. tidak ada istilah bertarung hingga last man standing tetapi cukup mengalahkan satu lawannya saja lalu bisa istirahat.
Mungkin yang paling membuat kaget adalah keberadaan wasit (summa rudis) pada pertandingan gladiator. pada setiap pertandingan wasit selalu hadir sebagai penengah. tugasnya untuk melerai dan menghentikan pertarungan apabila terlalu berbahaya, tidak adil atau berat sebelah. ia juga berfungsi untuk menghentikan pertarungan apabila waktu yang ditentukan sudah habis, antar 5, 10 atau 15 menit.
Pertarungan juga sarat dengan berbagai aturan sebagai balancing agar terlihat imbang dan menarik. tidak ada gladiator yang memakai peralatan, pelindung atau senjata seenaknya. semuanya diatur dengan ketat per kelas agar pertandingan menjadi berimbang bagi setiap petarung walaupun antar gladiator menggunakan senjata dan perlindungan yang berbeda jenis.
Masih mengenai aturan, ternyata setiap petarung bisa menyerah kapan pun mereka mau. dalam pertandingan ketika seorang gladiator sudah demikian terdesak atau kesakitan, ia bisa menjatuhkan senjatanya lalu memberi aba-aba untuk berhenti dan pertarungan akan dihentikan. fakta ini membuat pertarungan gladiator semakin mirip dengan olah raga tinju profesional modern daripada pertarungan hingga mati yang terkesan barbar.
Uniknya lagi pertarungan juga tidak 100% menegangkan. tiap gerakan akan diiringi dengan latar suara dari pemusik yang bekerja. seperti film yang ada suara latarnya, perlahan ketika baru dimulai, lalu semakin cepat ketika serangan mulai dilakukan. serangan yang dilancarkan dengan baik akan diiringi dengan suara trompet, dsb-nya agar memberikan efek yang dramatis. ini semua memang tujuannya untuk hiburan, berbahaya tetapi bukan panggung kematian.
wasit arena gladiator Tongkat milik wasit digunakan untuk mengatur jarak antar petarung dan mengawal pertandingan
Bukankah mereka budak yang dikirim untuk mati?
Ini juga pemikiran yang keliru. pada kenyataannya sekitar 50% dari seluruh populasi gladiator adalah warga negara romawi sendiri. mereka begitu bersemangat menjadi gladiator karena berbagai alasan, ada yang menutup utang, mencari modal usaha, tetapi yang paling sering adalah karena ingin menjadi kaya dan terkenal bagaikan bintang film. para peminat lumrah meneken kontrak 1 hingga 5 tahun untuk menjadi calon gladiator.
Bagi para budak menjadi gladiator bukanlah paksaan. bahkan lebih sering rebutan apabila ada kesempatan. walaupun besar risikonya tetapi sebagian budak justru sangat ingin menjadi gladiator karena merupakan jalan cepat menuju kebebasan atau kekayaan, sekaligus tiket keluar dari dunia perbudakan.
Sebagai gladiator seorang budak sekalipun bisa hidup nyaman dan mendapatkan bayaran besar. mereka tidak hidup di dalam sel seperti tahanan tetapi bagaikan atlet profesional dengan asrama bersih, kolam pemandian air hangat, sarana pijat dan berbagai sarana relaksasi. juga selalu ada dokter terbaik untuk memenuhi kebutuhan medis mereka.
Dari luka berat sampai soal keseleo atau gatal-gatal, setiap kebutuhan mereka akan selalu dipenuhi oleh pemilik rumah gladiator. tapi semua fasilitas itu hanya diberikan kepada petarung yang lulus proses seleksi (mirip audisi). sedangkan calon gladiator yang tidak lulus lamarannya akan ditolak dan dipulangkan/ dikeluarkan dari sekolah gladiator.
Diterima sebagai gladiator adalah sebuah tahapan kebebasan. setelah menunjukkan sedikit kesuksesan dalam arena mereka akan diperbolehkan menikah, membeli tempat tinggal sendiri dan membangun keluarga. memang tidak bebas 100% seperti warga romawi tetapi sudah jauh lebih baik daripada seorang budak rendahan. bayaran seorang gladiator untuk 1x pertandingan bisa sebesar gaji yang diterima oleh prajurit romawi dalam setahun.
Banyak gladiator yang hidup bagaikan bintang terkenal dan menerima bayaran sekedar untuk tampil sebagai tamu pada sebuah kegiatan, event atau pesta sosial. di sana mereka hanya beramah tamah, melayani sesi tanya jawab atau terlibat dalam hiburan kecil seperti adu panco s/d pertarungan gladiator kecil-kecilan. undangan selalu berdatangan dari berbagai kalangan tua, muda, pria dan juga wanita yang nge-fans dengan gladiator pujaan mereka.
Pertama bersumber dari sebuah kekeliruan antara gladiator dengan kriminal yang dieksekusi pada pembukaan perayaan. berbagai fresco menggambarkan sosok kriminal yang dibawa ke arena lalu bertarung dengan hewan buas. karena berada pada acara yang sama dan tempat yang sama maka dahulu terjadi kesalahan tafsir. kriminal dikira gladiator, padahal tidak. yang digambarkan oleh fresco sebenarnya adalah adegan eksekusi mati terhadap penjahat atau terpidana mati.
Berbeda dengan eksekusi mati yang biasanya dilakukan pada pembukaan perayaan. Gladiator sebagai bintang perayaan selalu mendapatkan jam tayang utama. mirip dengan bagaimana pertandingan tinju berlangsung. selalu dibuka dengan pertandingan atlet yang belum dikenal sebelum akhirnya sampai ada puncak acara antara petinju papan atas.
Kedua, risiko terluka oleh senjata tajam yang tentu bisa berakibat fatal. walaupun ada wasit dan memiliki dokter terbaik tetapi satu kesalahan gerak atau terlambat dalam menangkis serangan bisa berakhir dengan luka yang tidak dapat diobati. belum lagi pada acara besar seringkali tuntutannya demikian tinggi untuk memberikan pertarungan yang menakjubkan sehingga sponsor kadang meminta tema pertarungan "hingga mati" yang termasuk langka.
Menariknya sejarah mencatat bahwa lebih banyak pertandingan yang berakhir dengan hasil draw atau seri. seperti pada kasus Priscus dan Verus yang terdokumentasi dengan baik pada final perayaan pembukaan Colosseum di Roma. kedua petarung menunjukkan pertarungan yang terbaik dan habis-habisan sehingga penonton bisa puas walaupun hasilnya adalah imbang.
Sebelum bertarung keduanya merupakan sahabat sebelum salah satunya ditransfer (seperti atlet bola) ke rumah gladiator lainnya. tidak disangka Priscus dan Verus bertemu di final sebagai lawan dan diminta bertarung hingga mati. mereka bertarung layaknya profesional dengan sepenuh tenaga habis-habisan. pertarungan berjalan keras namun keduanya terlihat sama kuat walaupun saling terus menyerang tanpa ada yang mau mengalah.
Pada akhirnya pertandingan tidak lagi dapat dilanjutkan sehingga wasit menyetop keduanya. kaisar Titus memutuskan pertandingan berakhir imbang. walaupun temanya adalah bertarung hingga mati tetapi ia justru membebaskan keduanya sebagai tanda kebesaran hatinya. keputusan tersebut sejalan dengan hati dan pikiran penonton yang juga ikut merasa puas.
Mungkin ada yang bertanya, "mengapa dibebaskan?" karena publik romawi bisa terpuaskan tanpa perlu korban atau pertumpahan darah. bagi Romawi jerih payah, usaha keras dan keberanian adalah nilai yang dijunjung tinggi dan dianggap terhormat. siapapun yang menunjukkan memiliki nilai-nilai tersebut akan dihargai tanpa mempedulikan status, jabatan, asal atau kepercayaannya.
Gladiator yang dianggap berhasil mempertontonkan nilai-nilai tersebut secara langsung dalam arena dinilai pantas menjadi warga kehormatan romawi. dengan hadiah simbolis berupa pedang kayu bernama Rudis seorang gladiator yang beruntung bisa mendapatkan kebebasannya.
Bagi yang kurang beruntung setelah melalui sejumlah pertarungan bisa membeli dirinya sendiri. mereka pun bisa menawar karena setelah usia tertentu dan dengan beberapa luka mereka menjadi petarung yang tidak lagi produktif sehingga harganya menurun. rumah gladiator selalu bersedia asalkan harganya cocok untuk menutupi ongkos pemeliharaan dan pendidikan mereka.
SUMBER: https://updatesejarah.blogspot.co.id/2016/05/the-real-gladiator.html
Posting Komentar